SANG
PENAKLUK KONSTANTINOPEL
Ada sesosok manusia yang ditunggu-tunggu kedatangannya dalam
sejarah peradaban Islam, dimana setiap orang ingin menjadi sosok tersebut, dia
adalah sang penakluk Konstantinopel. Bahkan para sahabat Nabi sendiri pun
berebutan ingin mendengar cerita dari Nabi SAW.
Rasulullah saw bersaba : “ Konstantinopel/istambul turki sekarang
pasti akan ditaklukan maka sebaik baik pemimpin adalah pemimpin yg telah
berhasil menaklukanya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan tersebut ”. (H.R.
Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335)
Dalam hadits ini Rasulullah saw memuji sultan Muhammad al Fatih,
karena beliau adalah seorang sultan yg sholeh dan akidahnya sesuai dengan
akidah Rasulullah saw. Abu Qubail menuturkan dari Abdullah bin Amr bin Ash,
“Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba beliau
ditanya, “Mana yang terkalahkan lebih dahulu, Konstantinopel atau Romawi?”
Beliau menjawab, “Kota Heraklius-lah yang akan terkalahkan lebih dulu.”
Maksudnya adalah Konstantinopel.” (H.R. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim)
MUHAMMAD AL-FATIH
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II.
Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), "sang
Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani atau Fatih Sultan Mehmet dalam
bahasa Turki; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang
menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran
dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat
berumur 21 tahun. Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin
yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam
perang Salib)
dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan
Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan
tentara Mongol).
KISAH SANG PENAKLUK
Benteng Konstantinopel
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha
ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang
pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan
keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik
tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk
menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada
ketinggian pribadinya.
Hari Jumat, 6 April 1453 M, Muhammad II bersama gurunya Syeikh Aaq
Syamsudin, beserta tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan
penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru benteng kota tersebut.
Dengan berbekal 250.000 ribu pasukan dan meriam teknologi baru pada saat itu
Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan
Rasulullah Shallallahu ”Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi
kejayaan Islam.
Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk islam
atau menyerahkan penguasaan kota secara damai dan membayar upeti atau pilihan
terakhir yaitu perang. Constantine menjawab bahwa dia tetap akan mempertahankan
kota dengan dibantu Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovani Giustiniani
dari Genoa.
Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan
Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal
857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu
berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat
dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta”ala. Dia juga membacakan
ayat-ayat Al-Quran mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ”Alaihi Wasallam
tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang
tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian
dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala
Menyerang Konstantinopel
Kota dengan benteng >10 m tersebut memang sulit ditembus,
selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7 m. Dari sebelah barat
pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan Laut
Marmara pasukan laut Turki harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan
Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden
Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil
pun tak bisa lewat.
Pasukan Muslim Berusaha Membobol
Benteng Konstantinopel
|
Berhari-hari hingga berminggu-minggu benteng Byzantium tak bisa
jebol, kalaupun runtuh membuat celah maka pasukan Constantine langsung
mempertahankan celah tersebut dan cepat menutupnya kembali. Usaha lain pun
dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan
kota, namun juga gagal.
Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya
dalam waktu semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui Teluk
Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu dengan
memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang,
hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah Teluk Golden Horn
(ini adalah ide ”tergila” pada masa itu namun Taktik ini diakui sebagai antara
taktik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia oleh para sejarawan
Barat sendiri).
Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke
benteng Bizantium di sana. Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana
di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei
1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan
diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan
dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau
bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, setelah sehari istirahat perang,
pasukan Turki Utsmani dibawah komando Sultan Muhammad II kembali menyerang total,
diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian
army di lapis kedua dan terakhir pasukan elit Yanisari.
Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau
menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya
Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa
hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota
dengan pasukan Genoanya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai
budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.
Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir
kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil
menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan
bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang
tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita
mereka.
Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong
berkumpul di Hagia Sophia/ Aya Sofia, dan Sultan Muhammad II memberi
perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Yahudi maupun Kristen karena
mereka (penduduk) termasuk non muslim dzimmy (kafir yang harus dilindungi
karena membayar jizyah/pajak), muahad (yang terikat perjanjian), dan musta’man
(yang dilindungi seperti pedagang antar negara) bukan non muslim harbi (kafir
yang harus diperangi). Konstantinopel diubah namanya menjadi Islambul (Islam
Keseluruhannya). Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja
lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya. Dan kini Hagia Sophia sudah
berubah menjadi museum.
Hagia Sophia
Wafatnya Sang Penakluk
Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad
al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi
tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin
berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan
obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya
pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan
Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan
wafatnya Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub
Basya, Allahu a’lam.
Tidak ada keterangan yang bisa dijadikan sandaran kemana Sultan
Muhammad II hendak membawa pasukannya. Ada yang mengatakan beliau hendak menuju
Itali untuk menaklukkan Roma ada juga yang mengatakan menuju Prancis atau
Spanyol.
Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan
penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama,
berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik
untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.
Makam
Muhammad Al-Fatih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar